Nasib Bank Syariah di Tengah Isu Kenaikan Harga BBM yang Merembet ke Inflasi

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Banjaran Surya Indrastomo yakin isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan merembet ke inflasi belum berdampak terhadap bisnis bank syariah.

Bank diperkirakan masih mampu bangkit dan membalikkan keadaan setelah kuartal II 2022 lalu terkoreksi 5,32 persen.

“Sampai dengan kuartal II 2022 pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mencapai 14,09 persen (yoy) di tengah permodalan yang tetap kuat,” kata Banjaran seperti dikutip dari Bisnis, Jumat, 26 Agustus 2022.

Kinerja bank syariah, kata Banjaran, masih ditopang oleh windfall profit komoditas ekspor utama dan mobilitas masyarakat yang kembali seperti sebelum pandemi.

Selain itu, sektor manufaktur konsisten ekspansif, diikuti segmen usaha mikro kecil dan menengah (UKM) yang kembali bergairah.

Kondisi ini menopang peningkatan permintaan seiring dengan naiknya konsumsi dari kelas pekerja.

Banjaran mengungkapkan, perbankan syariah terus menyalurkan pembiayaan kepada nasabahnya di atas rata-rata industri perbankan nasional.

Mengutip data Bank Syaraiah Indonesia atau BRIS, dengan persentase pertumbuhan itu, secara nominal pembiayaan perbankan syariah nasional mencapai Rp4 62,34 triliun hingga akhir kuartal II.

Adapun pertumbuhan quarter to quarter (qtq) mencapai 6,43 persen dari Rp 434,39 triliun pada kuartal sebelumnya.

Sedangkan perbankan konvensional pada tumbuh sebesar 10,37 persen secara yoy menjadi Rp 5.851 triliun pada saat yang sama.

Pertumbuhan quarter to quarter perbankan konvensional mencapai 5,19 persen dari Rp 5.562 triliun pada kuartal sebelumnya.

Adapun industri perbankan nasional tumbuh 5,28 persen secara qtq dari Rp 5.997 pada kuartal sebelumnya.

Dari segi aset, pertumbuhan bank syariah lebih besar dari pertumbuhan industri perbankan nasional atau perbankan konvensional.

Aset industri perbankan syariah tumbuh 14,21 persen yoy menjadi Rp 721 triliun.

Pertumbuhan ini lebih tinggi dari aset total industri perbankan nasional 9,52 persen dan industri perbankan konvensional 9,19 persen.

Sinyal kuat kenaikan harga BBM sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Bendahara negara tersebut memaparkan bila konsumsi BBM subsidi tak terkontrol, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp 189 triliun, sehingga totalnya pada tahun ini bisa mencapai Rp 700 triliun.

Perhitungan itu hanya mencakup Pertalite dan Solar, belum termasuk liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram dan listrik.

“Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka Rp 502 triliun tidak akan cukup.

Nambah lagi bisa mencapai Rp 698 triliun,” ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat atau Banggar DPR, Selasa lalu, 23 Agustus 2022.

Di hadapan para anggota DPD pada hari ini, Sri Mulyani membeberkan bahwa hampir 90 persen BBM subsidi justru dinikmati oleh orang kaya.

Hal tersebut adalah risiko dari penyaluran subsidi terhadap barang, tetapi bisa dibeli oleh siapa pun.

BISNIS Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *